Kecerdasan intelektual merupakan konsep yang sangat penting dibahas dan
perlu diterapkan dalam sistem pendidikan Islam. Oleh karena itu, perumusan
konsep dan strategi penerapannya mesti dilakukan dalam sistem pendidikan Islam
guna menumbuhkan kecerdasan intelektual anak didik. Proses pertumbuhan
kecerdasan intelektual menurut pendidikan Islam adalah ditandai dengan adanya
pendidikan akhlak. Pendidikan Islam di samping berupaya membina kecerdasan
intelektual, juga membina kecerdasan intelektual dan kecerdasan spiritual.
Pendidikan Islam membina dan meluruskan hati terlebih dahulu dari
penyakit-penyakit hati dan mengisi dengan akhlak yang terpuji, seperti ikhlas,
jujur, kasih sayang, tolong-menolong, bersahabat, silaturahmi dan lain-lain.
Ajaran akhlak yang demikian inilah yang menjadi titik berat dalam proses
pendidikan Islam.
Manusia dibekali Allah SWT intelektual yang cerdas. Di antaranya daya ingat yang tajam, sistematika dalam berpikir dan merumuskan persoalan, menyikapi persoalan secara simpel dan lain sebagainya, seperti kemampuan umat Islam menghafal Al Qur’an dan Hadits serta rumusan berpikir dalam ilmu mantiq. Keistimewaan ini karena kasih sayang Allah SWT pada orang-orang mukmin. Keimanan yang bersemayam dalam dada mukmin menghantarkan mereka memiliki kecerdasan intelektual. Rasul SAW memberikan indikator orang yang cerdas intelektualnya adalah Konsentrasi pada satu titik yang jelas, berpikir cerdas sehingga tidak mudah tertipu dan selalu dalam keadaan siap siaga. Kecerdasan intelektual juga akan memberikan jalan keluar ketika menghadapi kondisi sulit. Bentuknya dapat berupa alternatif pemecahan yang beragam dan melalui cara yang ringan dan lain sebagainya....
Abu Bakar pun pernah mengalami hal yang sama ketika menyertai perjalanan hijrah Rasulullah SAW ke Madinah. Di pertengahan perjalanan Abu Bakar berjumpa dengan peserta sayembara pembunuhan terhadap Rasulullah SAW. Abu Bakar ditanya: "Siapakah orang yang berada di depanmu itu?". Abu Bakar menjawab: "Huwal Hadi (dia petunjuk jalanku)." Petunjuk jalan yang dimaksud Abu Bakar adalah yang menunjuki jalan dari jalan kegelapan jahiliyah kepada jalan terang benderang, yaitu Islam. Sedangkan orang itu mengira orang yang di depan Abu Bakar adalah guiding perjalanan.
Pentingnya mendayagunaan akal sangat dianjurkan oleh Islam. Tidak terhitung banyaknya ayat-ayat al-Qur'an dan Hadis Rasulullah SAW yang mendorong manusia untuk selalu berfikir dan merenung. Redaksi al-Qur'an dan al-Hadis tentang berfikir atau mempergunakan akal cukup variatif. Ada yang dalam bentuk khabariah, insyaiyah, istifham inkary. Semuanya itu menunjukkan betapa Islam sangat concern terhadap kecerdasan intelektual manusia. Dan kecerdasan intelektual itu berarti pemahaman terhadap ilmu pengetahuan.
العلم قبل القول والعمل, لقول الله تعالى"فاعلم أنه لا إله إلا الله: فبدأ بالعلم وأن العلماء هم ورثة الإنبياء ورثوا العلم من أخذه بحظ وافر ومن سلك طريقا يطلب به علما سهل الله له طريقا إلى الجنة
"Ilmu sebelum perkataan dan perbuatan,sesuai dengan perkataan Allah (ketahuilah tiada Tuhan selain Allah) Ia memulainya dengan Ilmu sesungghunya ulama adalah pewaris para nabi, mereka mewarisi ilmu dengan sangat lengkap, barang siapa yang menempuh jalan (proses belajar dan mengajar) untuk menuntut ilmu maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga." [1].
من يريد الله به خيرا يفهِّمه ,وإنما العلم بالتعلَم
"Barang siapa yang akan diberikan kebaikan oleh Allah maka ia akan diberikan pemahaman, cara untuk mendapatkan ilmu adalah dengan belajar."[2]
لا حسدَ إلا في اثنتين رجل آتاه الله مالا فسلّط على هلكته في الحق ورجل آتاه الله الحكمة فهو يقضي بها ويعلّمها
"Tidak boleh hasad (iri) kecuali dalam dua perkara, seorang yang diberikan Allah kepadanya harta dan ia menggunakannya untuk menegakkan kebenaran, dan seseorang yang diberikan Allah kepadanya hikmah (ilmu pengetahuan yang luas) dan ia menerapkan ilmu tersebut dalam kehidupannya dan mengajarkannya kepada orang lain."[3]
من أشراط الساعة أن يُرفَع العلم ويثبت الجهل ويشرب الخمر ويظهر الزنا
”Tanda-tanda hari Kiamat diangkatnya ilmu, dan kebodohan bersemayam, khamar menyebar dan diminum begitu pula perbuatan zina."[4]
Menurut Leonardo Da Vinci, kebanyakan manusia menganggurkan anugerah akal
yang dimilikinya. Mempunyai mata hanya untuk melihat tetapi tidak untuk
memperhatikan. Mempunyai perasaan hanya untuk merasakan tetapi tidak untuk
menyadari, atau mempunyai telinga hanya untuk mendengar tetapi tidak untuk
mendengarkan. Kondisi ini yang tidak dianjurkan oleh Islam terhadap umatnya.
Justru Islam memerintahkan manusia untuk menghargai akalnya. Salah satunya
dengan menggunakan akal dalam mengimani keberadaan al-Khalik, tidak dibangun
atas dasar taklid (asal mengikuti saja). Karena pentingnya aktivitas berfikir,
para shahabat sampai mengaitkannya dengan keimanan. Mereka berkata :
"Cahaya dan sinar iman adalah banyak berpikir." (Ad-Durrul Mantsur,
Jilid II, Hlm. 409). Hal ini mendorong kaum muslimin untuk mempelajari,
memahami, dan mempraktikkan ilmu-ilmu yang mereka tuntut. Baik ilmu agama
maupun ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan demikian sudah seharusnya
kecerdasan intelektual dimiliki oleh setiap muslim.
Kecerdasan intelektual memunculkan rumusan yang aplikatif untuk mewujudkan
sebuah obsesi. Karenanya peran kecerdasan intelektual sangat berarti terhadap
pencapaian obsesi. Untuk mengukur kecerdasan seseorang, biasanya pihak sekolah,
militer, atau tempat kerja pakai hasil karya Alfred Binet (1857-1911) yang kita
kenal dengan istilah IQ alias Intelegencia Quotient (Kecerdasan Intelektual).
Tingkat kecerdasan seseorang dinilai berdasarkan skor yang diperolehnya dari
jawaban atas soal-soal seputar nalar dan logika untuk mengetes kemampuan
intelektualnya. Akan tetapi, para ahli merasa terlalu sederhana ngukur
kecerdasan hanya didasarkan pada nalar, matematika, dan logika yang
diterjemahkan dalam nilai IQ. Hal inilah yang mendorong para ilmuwan Eropa
merumuskan standar baru untuk menilai kecerdasan seseorang. Maka lahirlah
istilah EQ dan SQ yang bersahabat erat dengan IQ.
Daniel Golemen, dalam bukunya Emotional Intelligence (1994) menyatakan bahwa konstribusi IQ bagi keberhasilan seseorang hanya sekitar 20 % dan sisanya yang 80 % ditentukan oleh serumpun faktor-faktor yang disebut Kecerdasan Emosional. Jelasnya, kalau IQ mengangkat fungsi pikiran, maka EQ mengangkat fungsi perasaan. Orang yang ber-EQ tinggi akan berupaya mensinergikan intelektualnya dengan perasaannya yang manusiawi. Kecerdasan Emosional boleh dibilang kembaran dengan pembinaan nafsiyah (pola sikap) yang diajarkan Rasulullah SAW. Untuk melembutkan perasaan, beliau mengajarkan kita sikap rendah hati, pemalu, atau qonaah. Agar kita nggak merasa angkuh ketika diberi kelebihan atau minder ketika kekurangan. Dalam bersosialisasi, beliau mencontohkan sikap empati, simpati, saling menolong, saling menasihati, saling mengingatkan, atau saling memaafkan dalam rangka menjalin persaudaraan. Sehingga kita tidak mudah melecehkan orang lain karena perbedaaan status ekonomi, pendidikan, atau sosial. Tingginya EQ bagi seorang muslim berarti memiliki akhlak mulia.
Daniel Golemen, dalam bukunya Emotional Intelligence (1994) menyatakan bahwa konstribusi IQ bagi keberhasilan seseorang hanya sekitar 20 % dan sisanya yang 80 % ditentukan oleh serumpun faktor-faktor yang disebut Kecerdasan Emosional. Jelasnya, kalau IQ mengangkat fungsi pikiran, maka EQ mengangkat fungsi perasaan. Orang yang ber-EQ tinggi akan berupaya mensinergikan intelektualnya dengan perasaannya yang manusiawi. Kecerdasan Emosional boleh dibilang kembaran dengan pembinaan nafsiyah (pola sikap) yang diajarkan Rasulullah SAW. Untuk melembutkan perasaan, beliau mengajarkan kita sikap rendah hati, pemalu, atau qonaah. Agar kita nggak merasa angkuh ketika diberi kelebihan atau minder ketika kekurangan. Dalam bersosialisasi, beliau mencontohkan sikap empati, simpati, saling menolong, saling menasihati, saling mengingatkan, atau saling memaafkan dalam rangka menjalin persaudaraan. Sehingga kita tidak mudah melecehkan orang lain karena perbedaaan status ekonomi, pendidikan, atau sosial. Tingginya EQ bagi seorang muslim berarti memiliki akhlak mulia.
Kecerdasan emosional adalah kemampuan merasakan, memahami dan secara
efektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi, informasi
koneksi dan pengaruh yang manusiawi. Dapat dikatakan bahwa EQ adalah kemampuan
mendengar suara hati sebagai sumber informasi. Untuk pemilik EQ yang baik,
baginya infomasi tidak hanya didapat lewat panca indra semata, tetapi ada
sumber yang lain, dari dalam dirinya sendiri yakni suara hati. Malahan sumber
infomasi yang disebut terakhir akan menyaring dan memilah informasi yang
didapat dari panca indra.
Substansi dari kecerdasan emosional adalah kemampuan merasakan dan memahami untuk kemudian disikapi secara manusiawi. Orang yang EQ-nya baik, dapat memahami perasaan orang lain, dapat membaca yang tersurat dan yang tersirat, dapat menangkap bahasa verbal dan non verbal. Semua pemahaman tersebut akan menuntunnya agar bersikap sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan lingkungannya Dapat dimengerti kenapa orang yang EQ-nya baik, sekaligus kehidupan sosialnya juga baik. Lain tidak, karena orang tersebut dapat merespon tuntutan lingkungannya dengan tepat. Di samping itu, kecerdasan emosional mengajarkan tentang integritas kejujuran komitmen, visi, kreatifitas, ketahanan mental kebijaksanaan dan penguasaan diri. Oleh karena itu EQ mengajarkan bagaimana manusia bersikap terhadap dirinya (intra personal) seperti self awamess (percaya diri), self motivation (memotivasi diri), self regulation (mengatur diri), dan terhadap orang lain (interpersonal) seperti empathy, kemampuan memahami orang lain dan social skill yang memungkinkan setiap orang dapat mengelola konflik dengan orang lain secara baik . Dalam bahasa agama , EQ adalah kepiawaian menjalin "hablun min al-naas"[5]. Pusat dari EQ adalah "qalbu" . Hati mengaktifkan nilai-nilai yang paling dalam, mengubah sesuatu yang dipikirkan menjadi sesuatu yang dijalani. Hati dapat mengetahui hal-hal yang tidak dapat diketahui oleh otak. Hati adalah sumber keberanian dan semangat integritas dan komitmen. Hati merupakan sumber energi dan perasaan terdalam yang memberi dorongan untuk belajar, menciptakan kerja sama, memimpin dan melayani.
Substansi dari kecerdasan emosional adalah kemampuan merasakan dan memahami untuk kemudian disikapi secara manusiawi. Orang yang EQ-nya baik, dapat memahami perasaan orang lain, dapat membaca yang tersurat dan yang tersirat, dapat menangkap bahasa verbal dan non verbal. Semua pemahaman tersebut akan menuntunnya agar bersikap sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan lingkungannya Dapat dimengerti kenapa orang yang EQ-nya baik, sekaligus kehidupan sosialnya juga baik. Lain tidak, karena orang tersebut dapat merespon tuntutan lingkungannya dengan tepat. Di samping itu, kecerdasan emosional mengajarkan tentang integritas kejujuran komitmen, visi, kreatifitas, ketahanan mental kebijaksanaan dan penguasaan diri. Oleh karena itu EQ mengajarkan bagaimana manusia bersikap terhadap dirinya (intra personal) seperti self awamess (percaya diri), self motivation (memotivasi diri), self regulation (mengatur diri), dan terhadap orang lain (interpersonal) seperti empathy, kemampuan memahami orang lain dan social skill yang memungkinkan setiap orang dapat mengelola konflik dengan orang lain secara baik . Dalam bahasa agama , EQ adalah kepiawaian menjalin "hablun min al-naas"[5]. Pusat dari EQ adalah "qalbu" . Hati mengaktifkan nilai-nilai yang paling dalam, mengubah sesuatu yang dipikirkan menjadi sesuatu yang dijalani. Hati dapat mengetahui hal-hal yang tidak dapat diketahui oleh otak. Hati adalah sumber keberanian dan semangat integritas dan komitmen. Hati merupakan sumber energi dan perasaan terdalam yang memberi dorongan untuk belajar, menciptakan kerja sama, memimpin dan melayani.
Dan terakhir, kecerdasan spiritual (SQ) berarti kesadaran akan pengawasan
Allah SWT dan malaikat Raqib-Atid. Kesadaran ini tidak hanya sebuah wacana.
Melainkan sebuah kekuatan yang memotivasinya untuk beramal dan melebihi
motivasi yang dilahirkan dari materi, harta, popularitas, gengsi, atau
kepintaran.
Danah Zohar, penggagas istilah teknis SQ (Kecerdasan Spiritual) menuturkan
kalau IQ bekerja untuk melihat ke luar (mata pikiran), dan EQ bekerja mengolah
yang di dalam (telinga perasaan), maka SQ ( spiritual quotient ) menunjuk pada
kondisi 'pusat-diri' ( Danah Zohar & Ian Marshall : SQ the ultimate
intelligence : 2001). Kecerdasan spiritual lebih berurusan dengan pencerahan
jiwa. Orang yang ber–SQ tinggi mampu memaknai penderitaan hidup dengan memberi makna
positif pada setiap peristiwa atau masalah, bahkan penderitaan yang dialaminya.
Dengan memberi makna yang positif itu, ia mampu membangkitkan jiwanya dan
melakukan perbuatan dan tindakan yang positif. Jelasnya, orang yang ber-SQ
tinggi adalah bahwa orang itu berakhlak mulia. Dalam berbagai catatan sejarah
kehidupan Rasulullah SAW bahwa beliau memiliki akhlak yang mulia, seperti
shiddiq (selalu berkata benar), amanah (selalu memelihara dan melaksanakan
tugas yang dibebankan kepadanya secara benar), tabligh (selalu menyampaikan
ajaran Tuhan kepada umatnya tanpa ada yang disimpan dan disembunyikan
sedikitpun), dan fathanah (selalu memiliki kepekaan dan kecerdasan dalam
memecahkan masalah yang ada di sekitarnya).[6]
Kenyataan Rasulullah SAW sebagai orang yang berakhlak mulia itu diakui oleh Allah sendiri dalam Firman-Nya : "Dan Sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang agung (mulia)." (Q.S. al-Qalam, 68:4).
Keharusan memelihara hati agar tidak kotor dan rusak, sangat dianjurkan oleh lslam. Hati yang bersih dan tidak tercemar lah yang dapat memancarkan IQ dan EQ dengan baik. Di antara hal yang merusak hati dan memperlemah daya kerjanya adalah dosa. Oleh karena itu ayat-ayat al-Qur'an dan Hadis Rasulullah SAW banyak bicara tentang kesucian hati. Sekedar untuk menunjuk contoh dapat dikemukakan ayat-ayat dan hadis berikut :
Kenyataan Rasulullah SAW sebagai orang yang berakhlak mulia itu diakui oleh Allah sendiri dalam Firman-Nya : "Dan Sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang agung (mulia)." (Q.S. al-Qalam, 68:4).
Keharusan memelihara hati agar tidak kotor dan rusak, sangat dianjurkan oleh lslam. Hati yang bersih dan tidak tercemar lah yang dapat memancarkan IQ dan EQ dengan baik. Di antara hal yang merusak hati dan memperlemah daya kerjanya adalah dosa. Oleh karena itu ayat-ayat al-Qur'an dan Hadis Rasulullah SAW banyak bicara tentang kesucian hati. Sekedar untuk menunjuk contoh dapat dikemukakan ayat-ayat dan hadis berikut :
Firman-Nya dalam al-A'raf 179 menyatakan bahwa orang yang hatinya tidak
dapat berfungsi sebagaimana mestinya disebabkan kotor disamakan dengan
binatang, malahan lebih hina lagi. "Dan Sesungguhnya Kami jadikan untuk
(isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati,
tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka
mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda
kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya
untuk mendengar (ayat-ayat Allah). mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan
mereka lebih sesat lagi. mereka Itulah orang-orang yang lalai."
Firman-Nya dalam al-Hajj 46 menegaskan bahwa orang yang tidak mengambil
pelajaran dari perjalanan hidupnya di muka bumi, adalah orang yang buta
hatinya. "Maka Apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka
mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga
yang dengan itu mereka dapat mendengar? karena Sesungguhnya bukanlah mata itu
yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada."
Firman-Nya dalam al-Baqarah 74 menegaskan bahwa orang yang hatinya tidak
disinari dengan petunjuk Allah SWT diumpamakan lebih keras dari batu.
"Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras seperti batu, bahkan lebih
keras lagi. Padahal diantara batu-batu itu sungguh ada yang mengalir
sungai-sungai dari padanya dan diantaranya sungguh ada yang terbelah lalu
keluarlah mata air dari padanya dan diantaranya sungguh ada yang meluncur
jatuh, karena takut kepada Allah. dan Allah sekali-sekali tidak lengah dari apa
yang kamu kerjakan."
Firman-Nya dalam Fushshilat 5 menyatakan adanya pengakuan dari orang yang
tidak mengindahkan petunjuk agama bahwa hati mereka tertutup dan telinga mereka
tersumbat. "Mereka berkata: "Hati Kami berada dalam tutupan (yang
menutupi) apa yang kamu seru Kami kepadanya dan telinga Kami ada sumbatan dan
antara Kami dan kamu ada dinding, Maka Bekerjalah kamu; Sesungguhnya Kami
bekerja (pula)."
Hadis Rasulullah SAW menyatakan bahwa di dalam tubuh manusia ada segumpal
daging, bila ia baik baiklah seluruh tubuh , dan bila ia rusak , rusak pulalah
seluruh tubuh. Segumpal daging itu adalah hati.
Hadis Rasulullah SAW menyatakan bahwa bila manusia berbuat dosa tumbuhlah bintik-bintik hitam di hatinya. Bila dosanya bertambah, maka bertambah pulalah bintik-bintik hitam tersebut, yang kadang kala sampai menutup seluruh hatinya.
Hadis Rasulullah SAW menyatakan bahwa bila manusia berbuat dosa tumbuhlah bintik-bintik hitam di hatinya. Bila dosanya bertambah, maka bertambah pulalah bintik-bintik hitam tersebut, yang kadang kala sampai menutup seluruh hatinya.
Mengacu kepada ayat dan hadis di atas dapat disimpulkan bahwa EQ berkaitan
erat dengan kehidupan keagamaan . Apabila petunjuk agama dijadikan panduan
kehidupan, maka akan berdampak positif terhadap kecerdasan emosional . Begitu
pula sebaliknya. Kecerdasan spiritual adalah kecerdasan untuk menghadapi
persoalan makna atau value, yakni kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan
hidup dalam konteks makna yang lebih luas. Kecerdasan untuk menilai bahwa
tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibanding dengan yang lain.
Dapat juga dikatakan bahwa kecerdasan spiritual merupakan kemampuan untuk
memberi makna ibadah terhadap setiap perilaku dan kegiatan, melalui langkah-
langkah dan pemikiran yang bersifat fitrah dalam upaya menggapai kualitas hanif
dan ikhlas. SQ adalah suara hati Ilahiyah yang memotivasi seseorang untuk
berbuat atau tidak berbuat .
Kalau EQ berpusat di hati, maka SQ berpusat pada "hati nurani" (Fuad/dhamir). Kebenaran suara fuad tidak perlu diragukan. Sejak awal kejadiannya, "fuad" telah tunduk kepada perjanjian ketuhanan " Bukankah Aku ini Tuhanmu ?" Mereka menjawab : "Betul (Engkau Tuhan kami ), kami bersaksi" (al-A'raaf,7:172). Di samping itu, secara eksplisit Allah SWT menyatakan bahwa penciptaan Fuad atau al-Af’idah selaku komponen utama manusia terjadi pada saat manusia masih dalam rahim ibunya (al-Sajadah, 32:9). Tentunya ada makna yang tersirat di balik informasi Allah tentang saat penciptaan fuad (hati) karena Sang Pencipta tidak memberikan informasi yang sama tentang waktu penciptaan akal dan qalbu. Isyarat yang dapat ditangkap dari perbedaan tersebut adalah bahwa kebenaran suara fuad jauh melampaui kebenaran suara akal dan qalbu.
Agar SQ dapat bekerja optimal, maka "Fuad" harus sesering mungkin diaktifkan. Manusia dipanggil untuk setiap saat berkomunikasi dengan fuad-nya Untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu, tanya dulu pendapat fuad/dhamir. Dengan cara demikian maka daya kerja SQ akan optimal, sehingga dapat memandu pola hidup seseorang. Inilah yang dimaksudkan oleh Rasulullah SAW dengan sabda beliau “sal dhamiruka” (tanya hati nuranimu). Fuad (hati) ibarat battery, yang kalau jarang dipakai maka daya kerjanya akan lemah, malah mungkin tidak dapat bekerja sama sekali. Dalam kaitan inilah, agama menyeru manusia agar mengagungkan Allah, membersihkan pakaian dan meninggalkan perbuatan dosa. (al-Mudatstir, 74:1-5) Semuanya itu diperintahkan dalam kerangka optimalisasi daya kerja fuad atau mempertinggi SQ seseorang.
Kalau EQ berpusat di hati, maka SQ berpusat pada "hati nurani" (Fuad/dhamir). Kebenaran suara fuad tidak perlu diragukan. Sejak awal kejadiannya, "fuad" telah tunduk kepada perjanjian ketuhanan " Bukankah Aku ini Tuhanmu ?" Mereka menjawab : "Betul (Engkau Tuhan kami ), kami bersaksi" (al-A'raaf,7:172). Di samping itu, secara eksplisit Allah SWT menyatakan bahwa penciptaan Fuad atau al-Af’idah selaku komponen utama manusia terjadi pada saat manusia masih dalam rahim ibunya (al-Sajadah, 32:9). Tentunya ada makna yang tersirat di balik informasi Allah tentang saat penciptaan fuad (hati) karena Sang Pencipta tidak memberikan informasi yang sama tentang waktu penciptaan akal dan qalbu. Isyarat yang dapat ditangkap dari perbedaan tersebut adalah bahwa kebenaran suara fuad jauh melampaui kebenaran suara akal dan qalbu.
Agar SQ dapat bekerja optimal, maka "Fuad" harus sesering mungkin diaktifkan. Manusia dipanggil untuk setiap saat berkomunikasi dengan fuad-nya Untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu, tanya dulu pendapat fuad/dhamir. Dengan cara demikian maka daya kerja SQ akan optimal, sehingga dapat memandu pola hidup seseorang. Inilah yang dimaksudkan oleh Rasulullah SAW dengan sabda beliau “sal dhamiruka” (tanya hati nuranimu). Fuad (hati) ibarat battery, yang kalau jarang dipakai maka daya kerjanya akan lemah, malah mungkin tidak dapat bekerja sama sekali. Dalam kaitan inilah, agama menyeru manusia agar mengagungkan Allah, membersihkan pakaian dan meninggalkan perbuatan dosa. (al-Mudatstir, 74:1-5) Semuanya itu diperintahkan dalam kerangka optimalisasi daya kerja fuad atau mempertinggi SQ seseorang.
Mengacu kepada paparan di atas, dapat ditegaskan bahwa Islam memberikan
apresiasi yang tinggi terhadap SQ. Tinggal lagi bagaimana manusia memelihara
SQ-nya agar dapat berfungsi optimal. Sebagai perbandingan ada baiknya penulis
mengambil contoh berikut : "Apabila kita lupa sesuatu , bukan berarti hal
yang terlupakan itu telah hilang dari tempat penyimpanannya, melainkan karena
sistem untuk mengakses ke tempat penyimpanan memori tersebut sudah lemah. Akses
ke tempat penyimpanan akan kembali kuat bila sering dipergunakan. Begitu pula
sebaliknya. Demikian juga halnya dengan SQ, kalau sistem untuk mengaksesnya
sering dipergunakan, maka daya kerjanya akan optimal. Allah SWT menjamin
kebenaran SQ , karena ia merupakan pancaran sinar Ilahiyah. (al-Najmu, 53:11).
Penegasan al-Qur'an ini menunjukkan bahwa SQ adalah landasan yang diperlukan
untuk memfungsikan IQ dan EQ secara efektif. Bahkan SQ merupakan kecerdasan
tertinggi.
Perpaduan ISQ dan ESQ pada masa kejayaan Islam, turut mendorong ilmuwan
muslim untuk menghasilkan karya ilmiah yang tercatat dalam tinta emas
perkembangan ilmu pengetahuan dunia. Di antara mereka adalah Ibnu Khaldun.
Dunia mengenalnya sebagai seorang ilmuwan muslim dalam bidang sosiologi dan
ilmu sejarah. Nama lengkapnya Abu Said Abd Rahman ibn Muhammad ibn Khaldun al
Hadrami al Ishbili. Beliau populer berkat sebuah buku master piece-nya berjudul
"Muqaddimah" (Pendahulan) yang mengupas tuntas mengenai filsafat
sejarah dan sosiologi. Di dalamnya, beliau menggambarkan tanda-tanda kemunduran
Islam dan jatuh bangunnya kekhalifahan melalui pengalamannya selama mengembara
ke Andalusia dan Afrika utara. Ada juga Ibnu Haitham. Dialah bapak ilmu optik
yang mengurai bagaimana kerja mata ‘mencerna' penampakan suatu obyek. Nama
lengkap ilmuwan ini Abu Al Muhammad al-Hassan ibnu al-Haitham. Publik Barat
mengenalnya sebagai Alhazen. Penelitiannya mengenai cahaya telah memberikan
ilham kepada ahli sains Barat seperti Boger, Bacon, dan Kepler menciptakan
mikroskop serta teleskop. Walaupun menjadi orang terkenal di zamannya, namun
Ibnu Haitham tetap hidup dalam kesederhanaan. Ia dikenal sebagai orang yang
miskin materi tapi kaya ilmu pengetahuan. Ibnu Khaldun dan Ibnu Haitham adalah
dua dari sekian banyak ilmuwan Islam yang layak kita teladani. Kegigihan mereka
menuntut ilmu dan ketekunan mereka berkarya, mencerminkan tingginya motivasi
ruhiyah yang tergabung dalam intelektual dan emosional mereka.
Perintah Rasulullah Untuk Memikirkan Segala Ciptaan Allah
Perintah Rasulullah Untuk Memikirkan Segala Ciptaan Allah
Manusia tidak hanya disuruh memikirkan dirinya, tetapi juga dipanggil untuk memikirkan alam jagad raya. Dalam konteks Islam, memikirkan alam semesta akan mengantarkan manusia kepada kesadaran akan ke-Maha Kuasaan Sang Pencipta (Allah SWT). Dari pemahaman inilah tumbuhnya Tauhid yang murni. "Agama adalah akal, tidak ada agama bagi orang yang tidak berakal" hendaknya dimaknai dalam konteks ini. Sekedar contoh mari dilihat ayat-ayat berikut :
Firman-Nya dalam al-Baqarah ayat 164 mendorong manusia untuk memikirkan
kejadian langit dan bumi, pergantian malam dengan siang, dan betapa air hujan
mengubah tanah yang tandus menjadi hijau kembali. "Sesungguhnya dalam
penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang
berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah
turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah
mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan
pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh
(terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang
memikirkan."
Firman-Nya dalam ar-Ra'd ayat 4 mengajak manusia untuk merenungkan betapa
variatifnya bentuk, rasa dan warna tumbuh-tumbuhan dan buah-buahan, padahal
berasal dari tanah yang sama. "Dan di bumi ini terdapat bagian-bagian yang
berdampingan, dan kebun-kebun anggur, tanaman-tanaman dan pohon korma yang
bercabang dan yang tidak bercabang, disirami dengan air yang sama. Kami
melebihkan sebahagian tanam-tanaman itu atas sebahagian yang lain tentang
rasanya. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran
Allah) bagi kaum yang berfikir."
Firman-Nya dalam an-Nahl 12 mengimbau orang yang berfikir untuk memikirkan pergantian malam dengan siang dan perjalanan planet-planet yang kesemuanya itu bergerak dengan aturan Allah. "Dan Dia menundukkan malam dan siang, matahari dan bulan untukmu. dan bintang-bintang itu ditundukkan (untukmu) dengan perintah-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memahami (Nya)."
Firman-Nya dalam ar-Rum 24 mengajak manusia untuk memikirkan proses
turunnya hujan dan manfaat air hujan bagi kehidupan di muka bumi. "Dan di
antara tanda-tanda kekuasaan-Nya, Dia memperlihatkan kepadamu kilat untuk
(menimbulkan) ketakutan dan harapan, dan Dia menurunkan hujan dari langit, lalu
menghidupkan bumi dengan air itu sesudah matinya. Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang mempergunakan akalnya."
Teori "Big Bang" disebut al-Qur'an dalam al-Anbiyaa': 30 yang
berbunyi: "Dan Apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya
langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami
pisahkan antara keduanya. dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup.
Maka Mengapakah mereka tiada juga beriman?." dan teori "Nebula"
(1 C' : milyar galaksi) dalam ar-Rahman :38, yaitu : "Maka nikmat Tuhan
kamu yang manakah yang kamu dustakan?." serta "thawaf" alam
semesta dalam al-Isra:44, "Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di
dalamnya bertasbih kepada Allah. dan tak ada suatupun melainkan bertasbih
dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka.
Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun." kemudian
"Black Hole" dengan gravitasinya yang sangat kuat, menjangkar dan
menarik seluruh planet agar tetap pada orbitnya , dalam Yasin 38-40, dan
sebagainya sebagai bahan renungan bagi manusia yang telah diberi akal oleh
Allah SWT. "Dan matahari berjalan ditempat peredarannya. Demikianlah
ketetapan yang Maha Perkasa lagi Maha mengetahui. Dan telah Kami tetapkan bagi
bulan manzilah-manzilah, sehingga (setelah Dia sampai ke manzilah yang
terakhir) Kembalilah Dia sebagai bentuk tandan yang tua, (Maksudnya: bulan-bulan
itu pada Awal bulan, kecil berbentuk sabit, kemudian sesudah menempati
manzilah-manzilah, Dia menjadi purnama, kemudian pada manzilah terakhir
kelihatan seperti tandan kering yang melengkung). Tidaklah mungkin bagi
matahari mendapatkan bulan dan malampun tidak dapat mendahului siang. dan
masing-masing beredar pada garis edarnya."
Cara-cara Rasulullah Dalam Membina Kecerdasan Intelektual
Manusia itu mengalami perkembangan, baik tubuh maupun kemampuan berpikirnya (kecerdasan intelektualnya). Akal manusia berkembang dari tidak bisanya ia menalar menjadi bias ketika dewasa. Oleh karena itu, kecerdasan akal seseorang itu bisa dipersiapkan dan dikembangkan. Kita harus melakukan pembinaan padanya sejak kecil. Dalam Al-Qur'an dijelaskan bahwa akal manusia itu mengalami perkembangan dari tidak sempurna menjadi sempurna. "Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik. Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), Maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya. dan janganlah kamu Makan harta anak yatim lebih dari batas kepatutan dan (janganlah kamu) tergesa-gesa (membelanjakannya) sebelum mereka dewasa. barang siapa (di antara pemelihara itu) mampu, Maka hendaklah ia menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan Barangsiapa yang miskin, Maka bolehlah ia Makan harta itu menurut yang patut. kemudian apabila kamu menyerahkan harta kepada mereka, Maka hendaklah kamu adakan saksi-saksi (tentang penyerahan itu) bagi mereka. dan cukuplah Allah sebagai Pengawas (atas persaksian itu).
Menurut para ahli, otak manusia atau kecerdasan intelektualitas itu bisa
diperbaiki, begitu pula dengan kecerdasan emosi dan spiritual, bisa dibenahi
hingga tua sekalipun. Karena memang kemampuan akal dan potensi itu berkembang
akibat pergaulan.[7]
Pernah Imam Syafi'i ditanya: "Apakah kemampuan akal itu merupakan
potensi yang dibawa sejak lahir?" Jawabnya: "Tidak, tapi akal itu
adalah hasil dari pergaulan dengan banyak orang dan berdiskusi dengan
mereka."
Mengenai hal itu, Ibnu Sina pernah menganjurkan kepada orang tua untuk memberikan pada anaknya teman bermain dengan perkataannya: "Hendaklah ada bersama anak-anak di mejanya anak-anak lain yang baik adabnya dan diridhai adapt kebiasaannya, karena anak dengan anak itu saling mengerti, mengambil dan mengasihi."Di lain kesempatan, Imam Syafi'i pernah menganjurkan kepada barang siapa yang ingin akalnya menjadi jenius agar belajar matematika dengan perkataannya: "Siapa yang mempelajari matematika maka jeniuslah akalnya."[8]
Mengenai hal itu, Ibnu Sina pernah menganjurkan kepada orang tua untuk memberikan pada anaknya teman bermain dengan perkataannya: "Hendaklah ada bersama anak-anak di mejanya anak-anak lain yang baik adabnya dan diridhai adapt kebiasaannya, karena anak dengan anak itu saling mengerti, mengambil dan mengasihi."Di lain kesempatan, Imam Syafi'i pernah menganjurkan kepada barang siapa yang ingin akalnya menjadi jenius agar belajar matematika dengan perkataannya: "Siapa yang mempelajari matematika maka jeniuslah akalnya."[8]
Otak manusia tidak pernah berhenti tumbuh. Sepanjang usia manusia, sejauh
ia mengisi otaknya dengan informasi-informasi baru, maka otaknya tidak akan aus
dan rusak.[9]Dan,
ini senada dengan hadits Rasulullah SAW sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam
Tirmidzi dalam Nawadirnya: "Gerak, gairah dan kekuatan berkumpul anak
bersama teman-temannya yang lain pada masa kecilnya akan memberikan tambahan
pada akalnya ketika dewasa."
Oleh karena itu, jika kita menginginkan akal itu bisa berkembang dengan
baik, kita harus menyediakan media yang baik yang mendukung perkembangan akal
itu sendiri. Media itu misalnya makanan, lingkungan dan ajaran agama.
Selanjutnya, ada beberapa cara Rasulullah SAW dalam membina dan memperbaiki
serta menyempurnakan akal seseorang, yaitu :
Perintah menyusui anak selama dua tahun. Manakala penyusuan itu dilakukan
dengan sempurna, maka akan mempunyai pengaruh pengaruh yang lebih baik, lebih
layak, dan lebih mapan bagi pertumbuhan sang bayi,[10] sebagaimana
fiman Allah SWT dalam Al-Qur'an Surat Al-Baqarah Ayat 233: "Para ibu
hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, Yaitu bagi yang ingin
menyempurnakan penyusuan, dan kewajiban ayah memberi Makan dan pakaian kepada
Para ibu dengan cara ma'ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar
kesanggupannya. janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan
seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. apabila
keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan
permusyawaratan, Maka tidak ada dosa atas keduanya. dan jika kamu ingin anakmu
disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan
pembayaran menurut yang patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah
bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan."
Pemberian Air Susu Ibu (ASI) kepada bayi merupakan suatu pendekatan
indirect (pendekatan tidak langsung) dalam upaya mendorong kecerdasan akal.
Karena ASI mempunyai pengaruh luar biasa dalam menumbuhkan sel-sel kecerdasan
intelektual.
Larangan menikah dengan orang-orang yang terlalu dekat hubungan
kekerabatannya.
Memakan makanan yang halal dan bergizi. Allah SWT memerintahkan kepada seluruh manusia agar mengonsumsi makanan yang halal lagi baik (halalan thayyiban). Seperti firman-Nya: "Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu." (Q.S. Al-Baqarah: 168). "Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah." (Q.S.Al-Baqarah: 172). Seseorang pernah memberi nasehat yang baik: "Barangsiapa meninggalkan haram untuk makan yang halal, maka jernihlah pikirannya."[11] Berkaitan dengan itu, Rasulullah SAW bersabda: "Semua jasad (tubuh) yang tumbuh dari penghasilan yang haram, maka nerakalah yang lebih cocok untuknya." (H.R. Tirmidzi). Makanan halalan thayyiban inilah yang senantiasa dikonsumsi oleh para utusan-Nya, maka wajar jika mereka adalah orang-orang yang pikirannya jernih sehingga bisa berpikir secara sehat.
Memakan makanan yang halal dan bergizi. Allah SWT memerintahkan kepada seluruh manusia agar mengonsumsi makanan yang halal lagi baik (halalan thayyiban). Seperti firman-Nya: "Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu." (Q.S. Al-Baqarah: 168). "Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah." (Q.S.Al-Baqarah: 172). Seseorang pernah memberi nasehat yang baik: "Barangsiapa meninggalkan haram untuk makan yang halal, maka jernihlah pikirannya."[11] Berkaitan dengan itu, Rasulullah SAW bersabda: "Semua jasad (tubuh) yang tumbuh dari penghasilan yang haram, maka nerakalah yang lebih cocok untuknya." (H.R. Tirmidzi). Makanan halalan thayyiban inilah yang senantiasa dikonsumsi oleh para utusan-Nya, maka wajar jika mereka adalah orang-orang yang pikirannya jernih sehingga bisa berpikir secara sehat.
Larangan mabuk-mabukkan dan berjudi. Karena keduanya merusak akl. Allah SWT
berfirman dalam Al-Qur'an Surat Al-Maidah Ayat 90-91: "Hai orang-orang
yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk)
berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah Termasuk perbuatan syaitan. Maka
jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya
syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara
kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari
mengingat Allah dan sembahyang; Maka berhentilah kamu (dari mengerjakan
pekerjaan itu).
Larangan berzina, sebagaimana firman Allah SWT: "Dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki (Allah telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu. dan Dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (yaitu) mencari isteri-isteri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina. Maka isteri-isteri yang telah kamu nikmati (campuri) di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu kewajiban; dan Tiadalah mengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang kamu telah saling merelakannya, sesudah menentukan mahar itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. Dan barangsiapa diantara kamu (orang merdeka) yang tidak cukup perbelanjaannya untuk mengawini wanita merdeka lagi beriman, ia boleh mengawini wanita yang beriman, dari budak-budak yang kamu miliki. Allah mengetahui keimananmu; sebahagian kamu adalah dari sebahagian yang lain, karena itu kawinilah mereka dengan seizin tuan mereka, dan berilah maskawin mereka menurut yang patut, sedang merekapun wanita-wanita yang memelihara diri, bukan pezina dan bukan (pula) wanita yang mengambil laki-laki lain sebagai piaraannya; dan apabila mereka telah menjaga diri dengan kawin, kemudian mereka melakukan perbuatan yang keji (zina), Maka atas mereka separo hukuman dari hukuman wanita-wanita merdeka yang bersuami. (Kebolehan mengawini budak) itu, adalah bagi orang-orang yang takut kepada kemasyakatan menjaga diri (dari perbuatan zina) di antara kamu, dan kesabaran itu lebih baik bagimu. dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."
Larangan berzina, sebagaimana firman Allah SWT: "Dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki (Allah telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu. dan Dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (yaitu) mencari isteri-isteri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina. Maka isteri-isteri yang telah kamu nikmati (campuri) di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu kewajiban; dan Tiadalah mengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang kamu telah saling merelakannya, sesudah menentukan mahar itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. Dan barangsiapa diantara kamu (orang merdeka) yang tidak cukup perbelanjaannya untuk mengawini wanita merdeka lagi beriman, ia boleh mengawini wanita yang beriman, dari budak-budak yang kamu miliki. Allah mengetahui keimananmu; sebahagian kamu adalah dari sebahagian yang lain, karena itu kawinilah mereka dengan seizin tuan mereka, dan berilah maskawin mereka menurut yang patut, sedang merekapun wanita-wanita yang memelihara diri, bukan pezina dan bukan (pula) wanita yang mengambil laki-laki lain sebagai piaraannya; dan apabila mereka telah menjaga diri dengan kawin, kemudian mereka melakukan perbuatan yang keji (zina), Maka atas mereka separo hukuman dari hukuman wanita-wanita merdeka yang bersuami. (Kebolehan mengawini budak) itu, adalah bagi orang-orang yang takut kepada kemasyakatan menjaga diri (dari perbuatan zina) di antara kamu, dan kesabaran itu lebih baik bagimu. dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."
Larangan bertaklid. Allah SWT befirman : "Dan janganlah kamu mengikuti
apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran,
penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya."
(Q.S. al-Isrâ [17] : 36).
[1] Al Bukhari al-Ja'fi, Al-Bukhari, bi Hasyiati Sanadi, (Beirut: Dar al-Fikr, 1991), Jilid I, hal 24 Bab Ilmu
[2] Ibid.
[3] Ibid.
[4] Ibid.
[5] Daniel Goleman, Working with Emotional Intelligence, (New York : Bantam Books, 1999) hal 18
[3] Ibid.
[4] Ibid.
[5] Daniel Goleman, Working with Emotional Intelligence, (New York : Bantam Books, 1999) hal 18
[6] Abuddin Nata, Pendidikan Dalam Perspektif Hadis, (Jakarta: UIN
Jakarta Press, 2005),h.28
[7] Mas Udik Abdullah, Op.cit., h.49
[7] Mas Udik Abdullah, Op.cit., h.49
[10] 'Aidh bin 'Abdullah Al-Qarni, Membina Rumah Tangga
Bahagia,Terj.Bahrun Abu Bakar Ihsan Zubaidi, (Bandung: Sinar Baru Algensindo,
2007), h.169
Tidak ada komentar:
Posting Komentar